Tarif Hauling PT. AUB Dinilai Tak Adil, Kontraktor Lokal Nyatakan Bertentangan dengan Semangat UU Minerba

Teks foto: Staf Legal CV. Nansel, Muhammad Enrico Hamlizar Tulis, S.H., M.H. (Ist)

Muara Teweh, wartaberitaindonesia.com – Salah satu kontraktor hauling lokal di Barito Utara (Barut), Kalimantan Tengah, CV. Nansel, menyatakan keberatan terhadap kebijakan tarif hauling yang ditetapkan oleh PT. AUB (PT. Artha Usaha Bahagia).

 

Perusahaan lokal tersebut menilai bahwa tarif yang ditawarkan kepada mereka jauh lebih rendah dibandingkan kontraktor hauling lainnya, yang dinilai tidak mencerminkan prinsip keadilan dan pemberdayaan terhadap pelaku usaha lokal sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan.

 

Kekecewaan ini disampaikan langsung oleh Muhammad Enrico Hamlizar Tulis, S.H., M.H., selaku Staf Legal CV. Nansel yang menilai bahwa perusahaan tambang seharusnya hadir untuk mendukung kemajuan ekonomi lokal, bukan malah menekan pelaku usaha lokal dengan tarif yang tidak layak.

 

“Kita sebagai pengusaha lokal tentu kecewa dengan hal ini. Bukankah hadirnya investor itu, seperti yang tertuang dalam undang-undang kita, adalah untuk mensejahterakan masyarakat dan pelaku usaha lokal?” ujarnya kepada media, Kamis (29/8).

 

Enrico Tulis yang juga merupakan Plt. Ketua Sapma Pemuda Pancasila ini menyatakan ketentuan mengenai perlindungan dan pemberdayaan pengusaha lokal sebenarnya telah secara tegas diatur dalam berbagai regulasi nasional.

 

Salah satunya Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, khususnya Pasal 74, yang mengamanatkan pelaksanaan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) oleh setiap pemegang izin usaha pertambangan. Hal ini termasuk di dalamnya adalah pemberdayaan pelaku usaha lokal di sekitar wilayah operasi tambang.

 

Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 juga memperkuat amanat tersebut melalui Pasal 108 – 111, yang mewajibkan perusahaan tambang untuk menggunakan barang dan jasa lokal serta mengutamakan pengusaha lokal dalam kegiatan operasionalnya, termasuk dalam hal distribusi dan hauling.

 

“Ketika tarif hauling kepada kontraktor lokal justru lebih rendah dibandingkan kontraktor dari luar daerah, maka hal ini bukan pemberdayaan, tapi bentuk ketimpangan yang bisa mengarah pada eksploitasi ekonomi,” tambah Enrico.

 

Enrico Tulis berharap pihak pemerintah daerah, khususnya Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta instansi pengawasan pertambangan, dapat segera melakukan evaluasi terhadap praktik kerja sama dan pola penetapan tarif hauling yang diterapkan PT. AUB.

 

“Kami tidak anti investasi, tapi kami ingin ada perlakuan yang adil dan sesuai dengan semangat undang-undang. Investasi harus membawa manfaat bagi daerah dan masyarakat lokal, bukan malah memperlemah posisi ekonomi pengusaha lokal,” tutupnya.

 

Sejauh ini, pihak PT. AUB belum memberikan tanggapan resmi atas keberatan yang disampaikan oleh CV. Nansel.

 

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *