Marabahan, wartaberitaindonesia.com – Sidang perkara perdata gugatan KUD Makarti Jaya pada pihak perusahaan perkebunan PT Anugerah Wattiendo (AW) dalam agenda pembacaan putusan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Marabahan ditunda, Kamis (22/09).
Agenda pembacaan putusan pada persidangan lanjutan terkait perkara perdata atas gugatan pihak KUD Makarti Jaya dan pihak tergugat PT Anugerah Wattiendo, digelar sudah ke-19 dengan beberapa agenda.
Namun pada saat memasuki agenda pembacaan putusan oleh majelis hakim ditunda, dikarenakan masih mendalami beberpa hal terkait persidangan.
“Sidang diputuskan ditunda, dikarenakan petikan putusan belum siap dan sidang akan digelar lagi pada 6 oktober 2022. Tepatnya pada pukul 10.00 Wita,” kata Ketua Majelis Hakim Yeni Eko Purwaningsih S.H,. M.Hum.
Sidang yang hanya berlangsung sekitar 5 menit tersebut. Selain anggota KUD Makarti Jaya dan kuasa hukum PT AW, juga hadir perwakilan tergugat dari Pemprov Kalimantan Selatan dan Kementerian Pertanian.
Kuasa hukum KUD Makarti Jaya atau pihak penggugat, Ricky Teguh Try Ari Wibowo mengatakan, memaklumi dengan keputusan majelis hakim.
“Memang sedianya sidang mengagendakan pembacaan putusan. Kemungkinan putusan belum siap dibacakan, selain harus dilakukan pertimbangan dan analisis hukum lagi dari hakim,” jelasnya Ricky Teguh.
“Terlepas dari penundaan pembacaan putusan, kami berharap semuanya berpihak kepada KUD Makarti Jaya,” tambahnya.
Sementara kuasa hukum PT AW, H Giyanto, juga tidak mempermasalahkan penundaan pembacaan putusan yang dilakukan majelis hakim PN Marabahan.
“Wajar saja ditunda, kalau majelis hakim belum siap dengan putusan. Dalam praktik persidangan perdata, penundaan boleh saja dilakukan,” terang Giyanto.
Diketahui sidang perdata gugatan KUD Makarti Jaya versus PT Anugerah Wattiendo tersebut dimulai sejak 16 Februari 2022.
Adapun dalam sidang ke-4 yang berlangsung 17 Mei 2022, KUD Makarti Jaya menggugat PT AW senilai Rp8 miliar atas kerugian yang dialami petani plasma selama 13 tahun.
Selama 13 tahun tersebut, petani tidak mendapatkan keuntungan dari proses revitalisasi plasma sawit di lahan seluas 1.000 hektare.
Tergugat juga diklaim tak mempertanggungjawabkan penggunaan uang dan tata kelola kebun, melalaikan kewajiban standar teknis pembangunan, tanaman hidup, sampai menghasilkan.
Dari 1.000 hektare tersebut, 700 hektare di antaranya sudah ditanami sawit, tapi kurang terawat dan dibiarkan mati. Akhirnya hanya 270 hektar yang dapat diproduksi.
Lantas dalam sidang ke-6 yang digelar 6 Juni 2022, PT AW selaku tergugat membacakan reflik. Mereka balik menggugat dengan kerugian materiel maupun imateriel senilai Rp500 miliar.
Gugatan rekonvensi itu disebabkan kerugian yang dialami perusahaan, setelah diterbitkan surat larangan dari penggugat untuk melakukan operasi kegiatan.
Kemudian dalam sidang ke-9 yang berlangsung 28 Juni 2022, majelis hakim membacakan putusan sela. Intinya hakim menolak eksepsi tergugat perihal kewenangan mengadili secara relatif, sehingga sidang perkara tetap dilanjutkan.
Akhirnya dalam sidang ke-17 atau 26 Agustus 2022, dilakukan pemeriksaan setempat di lahan plasma sawit di Desa Surya Kanta, Kecamatan Wanaraya.
Keputusan melakukan pemeriksaan setempat ini disepakati hakim, setelah pihak tergugat maupun turut tergugat sama-sama menyatakan tidak memiliki saksi lagi yang dihadirkan.
Awalnya kuasa hukum PT AW menolak pemeriksaan setempat, karena menilai surat maupun saksi-saksi yang dihadirkan sudah cukup untuk membuktikan dalil bantahan.
Namun demikian, majelis hakim menegaskan bahwa pemeriksaan setempat merupakan rangkaian pembuktian penggugat.
Seusai pemeriksaan setempat, sidang ke-18 digelar 8 September 2022 dengan agenda kesimpulan. Ini tak dibacakan satu persatu, tapi langsung diserahkan kepada majelis hakim.