Banjarmasin, wartaberitaindonesia.com – Anggota Komisi III DPRD Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), Mustohir Ariffin menegaskan
Pertamina dan Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) harus mengatasi mahalnya gas elpiji di pengecer.
“Mahalnya harga gas elpiji 3 kilogram saat ini melebihi harga Harga Eceran Tertinggi (HET), terlebih di wilayah yang jauh dari pusat kota harga per tabungnya sudah jauh dari rasa manusiawi,” ungkapnya, baru-baru ini.
Kondisi tersebut seiring sulitnya mendapatkan gas melon di pangkalan dengan berbagai alasan sementara di pengecer tetap saja ada yang menjual dengan harga 30 ribu sampai 45 ribu per tabungnya.
“Di sini kuat adanya dugaan kerjasama antara pangkalan dengan pengecer,” ujarnya.
Menurutnya, fenomena permintaan tinggi didukung ketersediaan gas melon sulit didapat masyarakat menjadi peluang mengangkat harga.
“Mejadi pertanyaan kami di DPRD mengapa bisa pengecer menjual dengan harga tinggi? Ada asumsi target Hiswana Migas melalui seluruh agen dan pangkalan menyatakan gas elpiji yang dikirim atau terdistribusi telah sesuai.
Sementara untuk pemakaian normal rumah tangga isi gas tersebut masih ada sehingga warga tidak membelinya,” bebernya.
Di lain sisi lanjutnya, kondisi tersebut dimanfaatkan para pengecer untuk membeli dalam jumlah banyak karena faktanya dilayani pangkalan.
“Alasan mereka sederhana saja, ditargetkan menghabiskan gas tersebut ketika sudah datang ke pangkalan. Misalnya ada datang gas elpiji sebanyak 200 tabung, sementara ke masyarakat terdistribusi hanya 100 tabung, sisanya tentu dijual kepengecer. Hasilnya, sesuka para pengecer ini menjual dengan harga tinggi,” sebut politisi NasDem ini.
Jika itu titik masalahnya, tambahnya, maka agen bisa mengurangi jatah ke setiap pangkalan sesuai kebutuhan dan jangan menargetkan gas bisa dijual cepat habis seperti kilat.
“Persoalan isu kelangkaan gas melon bersubsidi hingga fakta mencengangkan harga tinggi di pedagang,
kami berharap ada solusi terbaik mengatasi sosial di masyarakat,” tukasnya.
Ini mengacu Perpres No.104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram dan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 mengatur Minyak dan Gas Bumi (Migas) bersubsidi.
Kemudian, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan dalam pasal 55 menyebutkan setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM bersubsidi dapat dikenakan sanksi, di antaranya pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp60 miliar.