Marabahan, wartaberitaindonesia.com – Ratusan peserta ikuti potong gigi masal atau Mepandes yang pertama kalinya diadakan di Balai Adat Desa Dwipasari, Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala (Batola) Provinsi Kalimantan Selatan, Sabtu (10/09).
Upacara itu diikuti sebanyak 265 umat Hindu dari berbagai wilayah, mulai dari Desa Dwipasari sendiri, Barambai dan sejumlah wilayah di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah seperti Basarang, Dadahup dan Palingkau.
I Wayan Andriyanto selaku ketua pelaksanaan upacara mengatakan, upacara manusia yadnya Mepandes (potong gigi) merupakan tradisi agama Hindu di Bali yang wajib dilakukan seorang anak saat menginjak usia remaja maupun sudah dewasa.
Upacara Mepandes atau istilah lainnya Metatah
atau Mesangih adalah upacara yang bermakna menemukan hakikat manusia sejati yang terlepas dari belenggu kegelapan dari pengaruh Sad Ripu atau enam sifat buruk dalam diri manusia.
Enam sifat buruk itu diantaranya nafsu (kama), keserakahan (lobha), kemarahan (krodha), mabuk atau kegila-gilaan (mada), angkuh (moha), dan iri dengki (matsarya).
“Bila seorang anak sudah beranjak dewasa wajib mengikuti upacara ini. Bisa juga diartikan sebagai pembayaran hutang oleh orang tua ke anaknya karena sudah bisa menghilangkan keenam sifat buruk dari diri manusia,” kata I Wayan Andriyanto.
Dari enam sifat buruk itulah upacara potong gigi dilakukan dengan cara memotong atau mengasah enam buah gigi. Dua gigi taring dan empat buah gigi seri pada rahang atas.
Adapun umur yang dianjurkan untuk mengikuti upacara tersebut, yaitu untuk perempuan setelah mengalami menstruasi yang pertama. Sedangkan untuk laki-laki setelah mengalami perubahan suara atau akil baligh.
“Harapannya, setelah mengikuti upacara itu, bisa menjadi orang yang perilakunya dewasa dan bijaksana. Ciri-ciri bisa dijadikan landasan awal bahwa si anak sudah siap untuk ikut Metatah. Tetapi tidak diharuskan pada saat itu juga, karena harus ditunjang dari kesiapan finansial. Kalau pun usianya sudah dewasa, juga tidak apa-apa,” jelasnya.
Seseorang yang belum melaksanakan upacara itu dalam agama Hindu dianggap belum dewasa atau masih terjerat 6 sifat buruk. Upacara itu wajib dilakukan. Tradisi itu tetap dilaksanakan, meskipun seseorang keadaannya sudah meninggal dunia dan diketahui belum melaksanakan potong gigi.
“Potong gigi di sini jangan dibayangkan memotong separuh gigi. Yang dipotong hanya sedikit, dan itupun hanya gigi taring dan gigi seri tidak semua gigi untuk menghilangkan sifat-sifat buruk dari setiap pribadi. Meskipun sudah meninggal, tetap dilakukan,” ujarnya.
Untuk anggaran dana yang digunakan untuk Mesangih cukup ringan, yakni hanya berasal dari iuran hingga mencapai kurang lebih 148 juta rupiah. Sementara jika untuk melaksanakan secara pribadi, biayanya cukup besar hingga 40 juta rupiah, pungkasnya.
Sementara itu salah seorang peserta, I Made Sulendra mengaku adanya potong gigi massal atau Mesangih ini, sangat membantu sekali khususnya bagi warga yang kurang mampu.
“Upacara mepandes atau istilah lainnya Metatah
atau Mesangih adalah upacara yang bermakna menemukan hakikat manusia sejati yang terlepas dari belenggu kegelapan dari pengaruh Sad Ripu,” jelasnya.